1) Pengertian Seni Sastra
- Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia atau KBBI, sastra adalah bahasa (kata-kata, gaya bahasa) yang dipakai dalam kitab-kitab (bukan bahasa sehari-hari).
- Definisi kedua menurut kamus ini adalah karya tulis, yang jika dibandingkan dengan tulisan lain, memiliki berbagai ciri keunggulan seperti keaslian, keartistikan, keindahan dalam isi dan ungkapannya.
- Istilah sastra sendiri, berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti ”tulisan” atau ”karangan”. Sastra biasanya diartikan sebagai karangan dengan bahasa yang indah dan isi yang baik
Bahasa yang indah artinya bisa menimbulkan
kesan dan menghibur pembacanya. Isi yang baik artinya berguna dan mengandung
nilai pendidikan. Bentuk fisik dari sastra disebut karya sastra. Penulis karya
sastra disebut sastrawan. Dalam Bahasa Indonesia, kata ini biasa digunakan
untuk merujuk kepada ”kesusastraan” atau sebuah jenis tulisan yang memiliki
arti atau keindahan tertentu. Tetapi kata ”sastra” bisa pula merujuk kepada
semua jenis tulisan, apakah ini indah atau tidak.
Selain itu dalam arti kesusastraan, sastra
bisa dibagi menjadi sastra tertulis atau sastra lisan (sastra oral). Di sini,
sastra tidak banyak berhubungan dengan tulisan, tetapi dengan bahasa yang
dijadikan wahana untuk mengekspresikan pengalaman atau pemikiran tertentu.
Biasanya, kesusastraan dibagi menurut daerah geografis atau bahasa lokal.
Misalnya, kamu yang bersekolah di Yogyakarta dan Jawa Tengah akan mempelajari
sastra Jawa, teman-temanmu yang bersekolah di Jawa barat akan mempelajari
sastra Sunda, dan seterusnya. Dari ketiga sumber di atas, arti kata sastra
selalu mengarah pada inti yang sama berikut ini.
a) Sastra berupa bahasa, untaian kata-kata, gaya bahasa,
ungkapan.
b) Sastra tercurah dalam bentuk kitab, karya tulis,
tulisan, karangan, lisan.
c) Sastra bernilai seni, indah, artistik, asli sastra
berisi ajaran, pendidikan, instruksi, dan pedoman.
2) Bidang Seni Sastra
Seni sastra tidak hanya berhubungan dengan tulisan tetapi
dengan bahasa yang dijadikan wahana untuk mengekspresikan pengalaman atau
pemikiran tertentu. Oleh karena itu, seni sastra bisa dibagi menjadi dua,
yaitu:
a) Seni
Sastra Tulis
Sesuai namanya, seni sastra tulis adalah
bentuk karya sastra yang dituangkan dalam bentuk tulisan, yaitu kombinasi huruf
yang mempunyai makna atau arti. Banyak sekali jenis seni sastra tulisan yang
berkembang di masyarakat, misalnya dalam bentuk prosa, puisi, cerita fiksi, dan
essai.
b) Seni
Sastra Lisan
Seni sastra lisan adalah seni sastra
disampaikan dengan bahasa lisan, yaitu dengan dituturkan secara langsung kepada
pendengar, dengan atau tanpa iringan musik tertentu.
3) Fungsi Seni Sastra
Seni sastra yang diwujudkan dalam bentuk karya sastra
memiliki beberapa fungsi penting dalam masyarakat, di antaranya:
a)
Sarana Menyampaikan Pesan Moral
Sastrawan menulis karya sastra, antara lain
untuk menyampaikan model kehidupan yang diidealkan dan ditampilkan dalam cerita
lewat para tokoh. Dengan karya sastranya, sastrawan menawarkan pesan moral yang
berhubungan dengan sifat-sifat luhur kemanusiaan, memperjuangkan hak dan
martabat manusia. Sifat-sifat itu pada hakikatnya universal, artinya diyakini
oleh semua manusia. Pembaca diharapkan dalam menghayati sifat-sifat ini dan
kemudian menerapkannya dalam kehidupan nyata.
Moral dalam karya sastra atau hikmah yang
akan disampaikan oleh sastrawan selalu dalam pengertian yang baik karena pada
awal mula semua karya sastra adalah baik. Jika dalam cerita ditampilkan sikap
dan tingkah laku tokoh-tokoh yang tidak terpuji, baik mereka berlaku sebagai
tokoh antagonis maupun protagonis, bukan berarti sastrawan menyarankan
bertingkah laku demikian. Pembaca diharapkan dapat mengambil hikmah sendiri
dari cerita. Sesuatu yang baik justru akan lebih mencolok bila dikonfrontasikan
dengan yang tidak baik.
b)
Sarana Menyampaikan Kritik
Seni sastra, terutama sastra tulisan dapat
menjadi sarana untuk menyampaikan kritik atas fenomena sosial maupun politik
dalam masyarakat. Misalnya, novel atau puisi yang mengemukakan masalah
kemiskinan, perbedaan gender antara pria dan wanita, atau kesenjangan sosial.
Melalui sastra, masyarakat pembaca menjadi berempati dan bersimpati yang pada
akhirnya akan tergugah untuk berpartisipasi menyelesaikan masalah-masalah
sosial tersebut.
c)
Menumbuhkan Rasa Nasionalisme dan Penghargaan terhadap Kebudayaan Daerah
Sebagai bagian dari kebudayaan nasional, seni
sastra Indonesia merupakan wahana ekspresi budaya dalam rangka upaya ikut
memupuk kesadaran sejarah serta semangat nasionalisme. Semangat nasionalisme
dalam seni sastra tidak hanya aktual pada masa revolusi saja, tetapi di era
globalisasi yang dapat mengancam sendi-sendi nasionalisme suatu bangsa.
4) Perkembangan Seni Sastra
Istilah ‘sastra’ memiliki arti tulisan.
Secara lebih luas, sastra dapat diartikan pembicaraan tentang berbagai tulisan
yang indah bentuknya dan mulia isinya. Keindahan bentuk hasil sastra yang
kemudian lazim disebut sebagai karya sastra terlihat dari puisi, prosa, lirik
prosa, drama, maupun bentuk karya sastra yang lain, baik yang tergolong ke
dalam sastra kuno, masa peralihan, sampai sastra modern, bahkan sastra
kontemporer pada masa mutakhir.
Ditilik
dari segi bentuk, karya sastra adalah sesuatu yang dapat menyenangkan hati,
sedangkan bila ditilik dari segi isi, karya sastra memiliki nilai guna bagi
siapa saja yang mampu mengapresiasikannya. Karya sastra bukan sekedar dibaca
dan dihayati sebagai pengisi waktu, melainkan di dalamnya terkandung
nilai-nilai yang bermakna bagi kehidupan.
Perkembangan seni
sastra dapat dilihat dari zaman kuno, yaitu zaman sebelum ditemukannya tulisan,
ketika manusia mengembangkan seni sastra melalui tradisi lisan yang diwariskan
dari mulut ke mulut dan disampaikan dari seorang penutur kepada orang lain dalam
bentuk cerita atau dongeng (cerita kancil yang mencuri timun petani), legenda
(kisah batu menangis). Kemudian pada zaman aksara, seni sastra telah mulai
dikembangkan dalam bentuk tulisan-tulisan atau karya sastra yang pada waktu itu
ditulis pada daun lontar. Peninggalan-peninggalan tulisan kuno ini dapat kita
lihat di beberapa museum seperti Trowulan, dan dapat pula kita saksikan tulisan
kuno di museum Bali yang mengisahkan tentang kerajaan-kerajaan di Bali.
Peninggalan-peninggalan tersebut menunjukkan kepada kita hasil karya seni
sastra pada zaman Hindu-Buddha.
Bila
kita cermati lebih lanjut, ternyata masih banyak karya sastra yang lain
peninggalan zaman Hindu-Buddha yaitu:
1.
Bharatayuda karya Mpu Sedah dan Mpu
Panuluh;
2.
Gatotkacasraya karya Mpu Panuluh;
3.
Smaradhahana karya Mpu Darmaja;
4.
Wrattasancaya dan Lubdhaka karya Mpu
Tanakung.
Pada
akhir abad ke-16 sampai abad ke-17 masehi, pengaruh sastra Islam baru nampak
dalam sastra Melayu Islam yang diterima sebagai unsur yang memperkaya,
mendinamisir, serta mengangkat derajat sastra Melayu menjadi cukup tinggi.
Dalam perkembangannya terjadi integrasi yang kokoh antara tradisi sastra Melayu
dengan Islam.
Dalam
sastra Melayu Islam muncul karya-karya Hamzah Fansuri seperti Asrar al-Arifin
Syair Perahu,Syair Dagang, Syair Si Burung Pingai. Demikian pula karya-karya
Ar-Raniri Tibyan fi Ma’rifat al-Adyan Shirot al-Mustaqim Bustan al-Shalatin,
juga karya Syamsudin Pase Mir’at al-Iman Mir’at al-Mu’minin, dan sebagainya.
Sastrawan-sastrawan
Indonesia yang kita kenal antara lain:
1.
Chairil Anwar
2.
Sutan Takdir Alisyahbana
3.
H.B. Yasin
4.
Ajip Rosidi
5.
Hamka
6.
N. H. Dini
7.
Umar Kayam
8.
Sapardi Djoko Damono
9.
Taufik Ismail
10.
W. S. Rendra
Seni sastra di
Indonesia digolongkan dalam beberapa zaman sebagai berikut.
a.
Pujangga Lama
Pujangga
Lama adalah karya sastra Indonesia yang dihasilkan sebelum abad XX. Pada masa
ini karya sastra di Indonesia didominasi oleh syair, pantun, gurindam, dan
hikayat “Karya Sastra Pujangga Lama”.
b.
Sastra Melayu Rendah
Sastra
Melayu Rendah adalah karya sastra di Indonesia yang dihasilkan antara tahun
1870-1942, yang berkembang di lingkungan masyarakat Cina dan masyarakat
Indo-Eropa.
c.
Angkatan Balai Pustaka
Angkatan
Balai Pustaka adalah karya sastra di Indonesia sejak tahun 1920-1950, yang
dipelopori oleh penerbit Balai Pustaka. Prosa (roman, novel, cerita pendek, dan
drama) dan puisi mulai menggantikan kedudukan syair, pantun, gurindam, dan
hikayat dalam khasanah sastra di Indonesia pada masa ini.
d.
Pujangga Baru
Pujangga
baru muncul sebagai reaksi atas banyaknya sensor yang dilakukan oleh Balai
Pustaka terhadap karya sastrawan pada masa tersebut, terutama terhadap karya
sastra yang menyangkut nasionalisme dan kesadaran kebangsaan.
e .
Angkatan ‘45
Karya
sastra angkatan ini diwarnai pengalaman hidup dan gejolak sosial politik-budaya
.
f.
Angkatan 50-an
Angkatan
50-an ditandai dengan terbitnya majalah sastra Kisah asuhan H.B.Jassin. Ciri
angkatan ini adalah karya sastra didominasi cerita pendek dan kumpulan puisi.
g.
Angkatan 66-70-an
Angkatan
ini ditandai dengan terbitnya majalah sastra Horison. Semangat avant-garde
sangat menonjol pada angkatan ini. Karya sastra pada angkatan ini sangat
beragam dalam aliran sastra, seperti karya sastra beraliran surreealistik, arus
kesadaran, arketip, absurd, dan lain-lain. Sastrawan pada akhir angkatan yang
lalu termasuk juga dalam kelompok ini, seperti Motinggo Busye, Purnawan
Tjondronegoro, Djamil Suherman, Bur Rasuanto, Gunawan Mohammad, Sapardi Djoko
Damono, dan Satyagraha Hurip, serta sastrawan yang dijuluki Paus Sastra
Indonesia, H.B. Jassin.
Seorang
sastrawan pada angkatan 50 hingga 60-an yang mendapat tempat pada angkatan ini
adalah Iwan Simatupang. Pada masanya, karya sastranya berupa novel, cerpen, dan
drama kurang mendapat perhatian bahkan sering menimbulkan kesalahpahaman. Ia
disebut sebagai sastrawan yang lahir mendahului zamannya.
Beberapa
sastrawan lain pada angkatan ini adalah: Umar Kayam, Ikranegara, Leon Agusta,
Arifin C Noer, Akhudiat, Darmanto Jatman, Arief Budiman, Gunawan Mohammad, Budi
Darma, Hamsad Rangkuti, Putu Widjaya, Wisran Hadi, Wing Kardjo, Taufik Ismail,
dan banyak lagi yang lain.
h.
Dasawarsa 80-an
Karya
sastra di Indonesia pada kurun waktu setelah tahun 1980 ditandai dengan
banyaknya roman percintaan dan sastrawan wanita yang menonjol pada masa
tersebut.
i.
Angkatan Dasawarsa 2000-an
Sastrawan
angkatan 2000 mulai merefleksikan keadaan sosial dan politik yang terjadi pada
akhir tahun 90-an, seiring dengan jatuhnya Orde Baru. Proses reformasi politik
yang dimulai pada tahun 1998 banyak melatarbelakangi kisah novel fiksi.
j.
Cybersastra
Era
internet memasuki komunitas sastra di Indonesia. Banyak sastra Indonesia yang
tidak dipublikasi sebagai buku namun termaktub di dunia maya (internet), baik
yang dikelola resmi oleh pemerintah, organisasi non-profit, maupun situs
pribadi. Ada beberapa situs sastra Indonesia di dunia maya.
Referensi :
Dyastriningrum.
2009. Antropologi : Kelas XII : Untuk SMA dan MA Program Bahasa. Pusat
Perbukuan Departemen Nasional, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta. p. 90.
Lestari, P.
2009. Antropologi 2 : Untuk SMA dan MA Kelas XII. Pusat Perbukuan,
Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta. p. 181.
Sumber : http://www.nafiun.com/2013/02/seni-sastra-di-indonesia-pengertian-contoh-perkembangan-fungsi.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar